IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Salah satu topik dari etika bisnis yang banyak
mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan. Sudah umum diketahui
bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Iklan memainkan peran yang sangat
penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.
Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk
tertentu dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan
berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar
sebagai kegiatan tipu menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada
jurang yang tak terjembatani.
Kebudayaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa,
kebudayaan serba instant dan kebudayaan serba tiruan. Iklan itu sendiri pada
hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak di jual kepada konsumen. Dengan ini iklan
berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan
bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa di jual kepada konsumen.
Pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk
memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.
1. Fungsi iklan
Pada umumnya
kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan.Keduanya menampilkan
dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan
sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
a. Iklan sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan
terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media untuk menyampaikan
informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang akan atau
sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan
menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk.
Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam
kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran
paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu
tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan
sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli kepada konsumen
itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk membantu
pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang
informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan
dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai
pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga pihak yang terlibat dan
bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan.
Pertama, produsen yang memeiliki produk
tersebut.
Kedua, biro iklan yang mengemas iklan
dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya.
Ketiga, bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan
datang, iklan informatif akan lebih di gemari. Karena,
pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak
lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak
mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya.
Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak
dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk.
Ketiga, peran Lembaga Konsumen yang semakin
gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi
tantangan serius bagi iklan.
b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai
pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan dilihat sebagai suatu cara
untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dalam hal
ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda
politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain,
fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk itu.
Caranya dengan menampilkan model iklan yang manupulatif, persuasif, dan
tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk membeli produk
tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas
dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia, dan segala
aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.
Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai
etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan
dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang
lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita bedakan dua macam
persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai otonomi atau kebebasan
individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan
individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh
daya persuasinya terletak pada isi argumen itu. Persuasi rasional bersifat
impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang penting
adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang
mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan
.jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen
terdorong untuk membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi
informasi yang benar,hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam
wujud yang sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk
membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa
dipertanggung jawabkan.
Berbada dengan persuasi rassional,
non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia
untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli
produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat
rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan
yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu,
gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi
dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-rasional. Pertama, karena
iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan
memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan
memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk
mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan
terbukti kebenaranya.
2. Beberapa Persoalan Etis
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh
iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan
kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat
manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk
membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern
sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada
kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini
justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak
boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di luar dirinya,
termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan
manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih
produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan
manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan
akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara ekonomis hal ini tidak baik
karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut menaikkan daya beli
masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja manusia hanya memenuhi
kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul
masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa
yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar
kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang
serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif non-rasional malah
membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang sebagaimana
ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut
seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia
modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan,
serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan
tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi, iklan merongrong rasa keadilan
sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan
kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sadar
hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan
sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara
umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip
yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh
menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat
dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu.
Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh iklan
tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu,
khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak
boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan.
Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan
moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi,
perendahan martabat manusia dan sebagainya.
3.
Makna Etis
Menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau
sebagai pembentuk pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah
produk atau bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk
bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan
terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat
ataupun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk
mengungkapkan hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling
relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan
tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang,
melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis
seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
iklan yang dan karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja
menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu
atau yang menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru
pada pihak konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar
apa adanya tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain,
berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah
iklan yang mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4. Kebebasan
Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan,
masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya
kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan
merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan
antara produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula
hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada
gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja
sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode
etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat
tertentu, tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang
juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan
perlu benar-benar punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi
masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat
legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan
beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait,
untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar